Aktivis SMUR : Setelah Berdarah Aceh Belum Terarah

- Redaktur

Kamis, 2 Mei 2024 - 16:06 WIB

3072 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

BANDA ACEH | Cakupan butir-butir nota kesepahaman atau MOU antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka di Helsinki, Finlandia, terus diperdebatkan. Apakah perjanjian itu benar-benar memberi peluang bagi masyarakat Aceh untuk menikmati kehidupan damai dan sejahtera atau hanya menjadi sebuah janji yang jauh dari kata fakta.

Permasalahan demi permasalahan terus terjadi di Aceh, damai secara kenegaraan namun masih abai dalam kesejahteraan kerakyatan, Terbukti aceh menjadi juara dalam peringkat kemiskinan di Sumatera, mari kita berbicara tentang pendidikan di daerah istimewa ini.

Dana Cadangan Pendidikan  telah terakumulasi hingga mencapai Rp. 380 milyar pada 31 Desember 2019. Dengan demikian, dana pendidikan di luar alokasi pada setiap tahun anggaran yang berasal dari TDBH Migas dan Dana Otsus dapat bersumber dari hasil pengelolaan Dana Abadi Pendidikan dan Dana Cadangan Pendidikan yang bila digabung mencapai Rp. 842 milyar dan jumlahnya akan terus berkembang setiap tahun.

Untuk pengoperasian dana khusus bidang pendidikan di Aceh belum berjalan sebagaimana yang diharapkan,

Sebagai contoh Di era pembangunan yang sedang gencar-gencarnya ini, kesenjangan masih dirasakan oleh wilayah-wilayah Indonesia khususnya Aceh yang berada jauh dari jangkauan pemerintah pusat. Hal ini dapat kita lihat, masih banyak sekolah yang sudah tidak layak lagi digunakan untuk belajar seperti di daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal (3T). Pembangunan dalam bidang pendidikan belum merata, masih banyak sekolah yang butuh perhatian pemerintah dalam hal pembangunan sekolah, prasarana dan sarana yang dibutuhkan untuk belajar, agar mereka yang ada di daerah terpencil dapat merasakan pendidikan yang layak.

Muhammad Tori selaku aktivis SMUR mengatakan “hal ini disebabkan oleh beberapa indikator yang pertama amanah yang termaktup peraturan-peraturan dalam bentuk qanun belum diderivasi ke dalam peraturan yang lebih rendah seperti peraturan gubernur, peraturan bupati, peraturan walikota dan regulasi lain yang diperlukan. Kedua, pada tataran pelaksanaan, pengelolaan pendidikan di Aceh belum mengarah pada satu strategi yang efektif sebagai satu sektor yang istimewa. Ketiga, kepemimpinan pendidikan yang terkooptasi dengan kekuatan politik yang kerap berubah menyebabkan kebijakan yang berubah-ubah. Keempat, banyak wacana tentang penyelenggaraan kekhususan pendidikan di Aceh mengarah pada perdebatan yang tidak berujung pada kebijakan implementatif. Kelima, perubahan-perubahan yang cepat secara global dan nasional dalam kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan tidak teradaptasi dengan cepat dalam pengelolaan pendidikan di Aceh.

Dalam praktiknya, pendidikan tetap menjadi masalah yang krusial bagi bangsa ini. Terkhusus pendidikan di daerah 3T: tertinggal, terpencil, dan terluar dikarenakan dalam dunia pendidikan tak boleh ada sikap diskriminatif yang disebabkan adanya perbedaan kaya dengan miskin akibat faktor wilayah kota dan desa sehingga seseorang kehilangan hak untuk mendapatkan pendidikan. Perlu diimplementasikan dan dilaksanakan dengan segera agar hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang layak dan dapat segera terwujud.

Selain itu kita membahas tentang kesehatan di Aceh salah satunya mengenai stunting.

Stunting adalah masalah pertumbuhan pada anak yang terjadi akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang.

Ini merupakan salah satu masalah kesehatan yang dialami banyak anak di Provinsi Aceh. Berdasarkan hasil survei Status Gizi indonesia (SSGI) kementerian kesehatan (kemenkes) 22 bahwa  provinsi Aceh termasuk dalam peringkat kelima  dengan angka stunting tertinggi nasional pada 2022

Berdasarkan laporan Studi Status Gizi yang mengalami stunting. Artinya, kira-kira 1 dari 3 balita di Provinsi Aceh memiliki tinggi badan di bawah rata-rata anak seusianya.

Dengan kata lain kita juga akan memasuki bagaimana pemerintah Aceh dalam mengatasi pengentasan kemiskinan di Aceh.

menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh, dari 5.372 juta total penduduk provinsi Aceh pada tahun 2022, 806.750 jiwa atau 14,45 persen dari jumlah penduduk Aceh hidup dalam kemiskinan, dan sedikit menurun dibandingkan september 2022, yakni 14,75 persen, menjadikannya provinsi termiskin kelima di Indonesia dan provinsi termiskin di pulau Sumatera.

Sangat disayangkan, dengan masih tingginya angka kemiskinan di Aceh tidak dapat dilepaskan dari ketergantungan dana dari pemerintah pusat melalui dana Otonomi Khusus, dikarenakan Kesejahteraan diletakkan sebagai tujuan akhir, sedangkan otonomi khusus merupakan cara atau upaya pencapaiannya. Realitanya, dana Otsus sampai sekarang belum mampu menunjukkan peran signifikan dalam mengangkat kesejahteraan rakyat Aceh.  penting digaris bawahi bahwa dana otonomi khusus hanya diberikan kepada beberapa provinsi yang di dasarkan pada status kekhususan daerah tersebut salah satunya Aceh, akan tetapi keistimewaan itu tidak baik di kelola oleh pemerintah Aceh itu sendiri, untuk permasalahan Aceh hari ini, mau orang Aceh itu sendiri memimpin dan orang luar Aceh pun, buktinya sampai hari ini tidak ada yg bisa mengatasi permasalahan yang ada di aceh.

Baru-baru ini kita dikejutkan oleh isu populis mengenai Gas blok Andaman di Aceh yang di alirkan ke Jawa melalui pipa. Kita akan melihat dengan seksama begitu kaya nya bumi serambi mekah ini, tetapi apakah aceh nantinya akan jauh lebih sejahtera atau tetap menjadi provinsi termiskin di indonesia.

Disisi lain calon legislatif yang baru terpilih dipemilu bulan yang lalu, dan sebentar lagi akan memasuki era Pilkada, yang mana mereka akan berada dalam Pemerintahan aceh kedepanya, kita akan melihat lima tahun kedepan mereka mengambil keputusan dan kebijakan, apakah mementingkan rakyat atau kelompok tertentu saja. mungkin sampai hari ini partai politik yang ada terkesan melahirkan penjahat, dan mereka yang ada di pemerintahan tidak bisa menjadi representasi perwakilan rakyat. Sebagai penutup dia menambahkan buat apa punya pemerintah kalo hidup rakyat selalu dibuat gelisah.

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Ceulangiek Dorong Penyelesaian Status Non-ASN K2 dan Honorer dalam Seleksi PPPK 2024 di Tahun 2025
Marlina Usman Bantu Pulangkan Jenazah Warga Aceh dari Malaysia
Calon Wakil Gubernur Aceh Dek Fad Jenguk Abu Madinah di RSUZA
Seribuan Dayah di Aceh Bersiap Deklarasi Dukung Mualem – Dek Fad
Jangan Biarkan Pipa Minyak dan Gas Mengalir Keluar Daerah
Kenalkan Kehidupan Kampus, Ribuan Mahasiswa Baru USM Ikuti PKKMB 2024
TTI : Belum Ada Regulasi yang Mengatur tentang Epurchasing untuk Pekerjaan Jasa Konsultan
Nyatakan Dukung RUU Pilkada di Parlemen, Illiza Saaduddin Disebut Bukan Wakil Aceh yang Memperjuangkan Rakyat

Berita Terkait

Rabu, 8 Januari 2025 - 16:18 WIB

Ceulangiek Dorong Penyelesaian Status Non-ASN K2 dan Honorer dalam Seleksi PPPK 2024 di Tahun 2025

Minggu, 6 Oktober 2024 - 18:13 WIB

Marlina Usman Bantu Pulangkan Jenazah Warga Aceh dari Malaysia

Sabtu, 5 Oktober 2024 - 22:59 WIB

Seribuan Dayah di Aceh Bersiap Deklarasi Dukung Mualem – Dek Fad

Sabtu, 5 Oktober 2024 - 22:51 WIB

Jangan Biarkan Pipa Minyak dan Gas Mengalir Keluar Daerah

Sabtu, 14 September 2024 - 23:14 WIB

Kenalkan Kehidupan Kampus, Ribuan Mahasiswa Baru USM Ikuti PKKMB 2024

Kamis, 22 Agustus 2024 - 23:32 WIB

TTI : Belum Ada Regulasi yang Mengatur tentang Epurchasing untuk Pekerjaan Jasa Konsultan

Kamis, 22 Agustus 2024 - 23:16 WIB

Nyatakan Dukung RUU Pilkada di Parlemen, Illiza Saaduddin Disebut Bukan Wakil Aceh yang Memperjuangkan Rakyat

Selasa, 6 Agustus 2024 - 18:32 WIB

Kader PA : Pj Gubernur Wajib Bertanggung Jawab Terkait Pencatutan Nama Aceh dalam Kontes Waria di Jakarta

Berita Terbaru

BANDA ACEH

Marlina Usman Bantu Pulangkan Jenazah Warga Aceh dari Malaysia

Minggu, 6 Okt 2024 - 18:13 WIB